Kamis, 20 Februari 2014

Taniran adalah salah satu kampung besar di bagian Utara Kandangan. Saat ini, secara administratif kampung Taniran terbagi menjadi dua desa, yaitu Desa Taniran Kubah dan Desa Taniran Selatan. Di Desa Taniran Kubahlah terletak makam keramat Datu Taniran, lebih kurang 8 km dari kota Kandangan.

Masyarakat kampung Taniran sudah lama dikenal religius, paling tidak sejak akhir abad ke-18. Saya punya bukti bahwa sebelum kedatangan Datu Taniran, masyarakat kampung ini sudah dididik oleh Sayyid Hasan bin Hasyim Assegaf, yaitu ayahnya Sayyid Abu Bakr yang dikenal sebagai Habib Lumpangi di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Sayyid Hasan ini diperkirakan berdomisili di kampung Taniran sekitar pergantian abad ke-18 dan 19 M, atau beriringan dengan masa-masa terakhir kehidupan Datu Kalampayan. Makam Sayyid Hasan sekarang dapat diziarahi di Desa Taniran Kubah sekitar 1 km lebih ke dalam daripada makam Datu Taniran.

Adapun Datu Taniran, nama beliau adalah Tuan Guru Haji Muhammad Thaib alias Haji Sa’duddin bin Mufti Haji Muhammad As’ad bin Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Beliau dilahirkan di Dalam Pagar, Martapura, pada tahun 1774, dan meninggal pada 1858 di Taniran Kubah. Di dalam Manaqib Datu Taniran disebutkan bahwa beliau sempat bertemu langsung dengan Datu Kalampayan. Sejak usia 25 tahun, Datu Taniran sudah dikirim ke Haramain untuk belajar agama selama 10 tahun. Namun, beliau banyak berguru kepada ayah beliau sendiri dan juga kakak-kakak beliau, di samping tidak ketinggalan pula saudara beliau seperti Datu Pagatan dan Datu Balimau.

Menurut catatan sejarah, Datu Taniran berkhidmat sekitar 45 tahun di Kampung Taniran. Masa pengkhidmatan beliau itu merupakan era kejayaan religius Kesultanan Banjar, yakni bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Adam al-Watsiq Billah antara 1825-1857 M. Seperti diketahui dari catatan sejarah Kesultanan Banjar, di masa Sultan Adam inilah terwujudnya Undang-Undang Syariat Islam yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Sultan Adam. Di masa ini, penjajahan Belanda boleh dikatakan belum terjadi di Negeri Banjar, karena secara de facto Belanda baru berkuasa setelah mangkatnya Sultan Adam beriringan dengan menjelang wafatnya Datu Taniran.

Oleh: Ahmad Harisuddin

Jika anda berwisata ke bumi antaludin, maka mampirlah di makam Al Allamah Syekh H. Sa’dudin (H.M Thayib) di Taniran Kecamatan angkinang yang jaraknya ± 8 km dari kota Kandangan. Beliau merupakan buyut dari pengarang kitab Sabilal Muhtadin, Datu Kelampayan Syekh Maulana H.Muhammad Arsyad Al Banjari.


Beliau termasuk sala seorang wali Allah SWT yang sepanjang hidupnya digunakan untuk da’wah agama Islam guna menegakkan kalimat Tauhid agar manusia selamat dunia dan akhirat. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan beliau dimasa hidupnya dapat dipelajari melalui biografi atau manakib beliau.Makam/kubah Datu Taniran ini merupakan makam yang paling sering dan banyak dikunjungi orang, jika dibandingkan dengan makam/kubah lainya yang terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

1 komentar :

  1. Saya dukung pelestarian khazanah cerita rakyat, hikayat, legenda, situs sejarah dan situs prasejarah kandangan, hulu sungai selatan, kalimantan selatan seperti Situs pemukiman hunian kuno manusia prasejarah di situs jambu hilir padang rasau dan situs jambu hulu sungai tatau, Sang maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang dan raja bagalung kerajaan bakaling, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba di sungai paring dalam, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu ning suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu balimbur serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin, tumenggung mat lima dan tumenggung mat jingga mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang amuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di luk loa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais dan datu jaya pati di bamban, datu janggar dan datu janggaran di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam tumenggung kartawedana, datu haji sahid dan datu haji said, datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di ta’al, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan letnan dua Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI oleh pejuang-pejuang kandangan yang banyak tersebar di banua amandit yang dipimpin Brigjend H. Hasan Basery di telaga langsat, karang jawa, jambu, mandapai, padang batung, ni’ih, simpang lima, sungai paring, tabihi, durian rabung, munggu raya dan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan kalimantan.
    Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

    BalasHapus

Design by Asfi